Senin, 07 Maret 2011

Fariduddin attar

Bait demi bait puisi sufistik yang dirangkainya begitu melegenda. Sosok dan karya sastra yang ditorehkannya telah menjadi inspirasi bagi para pujangga di tanah Persia, salah satunya penyair termashur sekelas Jalaluddin Rumi. Penyair sufi legendaris yang masih berpengaruh hingga abad ke-21 itu dikenal dengan nama pena Fariduddin Attar, si penyebar wangi yang dalam bahasa Persia disebut Attar.

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Abu Bakr Ibrahim. Jejak hidupnya tak terlalu banyak terungkap. Syahdan, Attar terlahir di Nishapur, sebelah barat laut Persia. Ia dijuluki dengan nama Attar lantaran profesinya sebagai seorang ahli farmasi. Attar adalah seorang anak ahli farmasi di kota Nishapur yang terbilang cukup kaya.


Attar muda menimba ilmu kedokteran, bahasa Arab dan teosofi di sebuah madrasah (perguruan tinggi) yang terletak di sekitar tempat suci Imam Reza di Mashhad. Menurut catatan yang tertera pada buku yang ditulisnya Mosibat Nameh (Buku Penderitaan), pada saat remaja dia bekerja di toko obat atau apotek milik sang ayah. Attar bertugas untuk meracik obat dan mengurus pasien.
Ia lalu mewarisi toko obat itu, setelah sang ayah wafat. Setiap hari Attar harus berhadapan dan melayani pasien yang berasal dari kaum tak berpunya. Suatu hari seorang fakir berpakaian jubah singgah ke apoteknya. Konon, si fakir itu lalu menangis begitu menghirup aroma wewangian yang menebar di apotek milik Attar.
Menduga si fakir akan meminta-minta, Attar pun mencoba mengusirnya. Namun, si fakir berkukuh tak mau pergi dari tempat usaha Attar. Lalu si fakir berkata pada Attar, ''Tak sulit bagiku untuk meninggalkan apotekmu ini dan mengucapkan selamat tinggal kepada dunia yang bobrok ini. Yang melekat di badanku hanyalah jubah yang lusuh ini. Aku justru merasa kasihan kepadamu, bagaimana kamu meninggalkan dunia ini dengan harta yang kamu miliki.''
Sesaat setelah melontarkan kata-kata yang menghujam di hati Attar, si fakir itu lalu meninggal dunia di depan kios obat. Pertemuannya dengan si fakir kemudian mengubah garis kehidupannya. Ia memutuskan menutup kios obatnya dan memilih berkelana mencari guru-guru sufi. Yang dicarinya hanya satu, yakni hakikat kehidupan.
Laiknya si fakir yang singgah di toko obatnya, Attar berkelana dari satu negeri ke negeri lainnya untuk bertemu dengan syekh - pemimpin tarekat sufi. Beberapa negeri yang disinggahinya antara lain, Ray, Kufah, Makkah, Damaskus, Turkistan, hingga India. Di setiap syekh yang ditemuinya, Attar mempelajari tarekat dan menjalani kehidupan di khaniqah (tempat-tempat berkumpul untuk latihan dan praktik spiritual).
Setelah menemukan hakikat hidup yang dicarinya melalui sebuah perjalanan panjang, Attar memutuskan kembali ke kota kelahirannya Nishapur dan membuka kembali toko obat yang sempat ditutupnya. Pengalaman pencarian makna dan hakikat hidup yang dilakoninya itu dituangkan dalam Mantiq al-Tayr (Musyawarah Burung). Sebuah karya yang fenomenal.
Di kota kelahirannya, Attar berupaya untuk menyebarkan ajaran sufi. Ia pun memberi sumbangan yang amat besar pada dunia sufi dengan menuliskan kumpulan kisah para sufi sebelumnya dalam kitab Tadzkiratul Awliya. Karya yang ditulisnya itu sedikit banyak telah mempengaruhi pemikiran Attar. Ia pun getol menulis puisi-puisi sufi. Begitu banyak puisi yang berhasil dituliskan sang penyair sufi legendaris itu. Namun, ada beragam versi mengenai jumlah pasti puisi yang dibuat sang penyair. Reza Gholikan Hedayat, misalnya, menyebutkan jumlah buku puisi yang dihasilkan Attar mencapai 190 dan berisi 100 ribu sajak dua baris (distich). Sedangkan Firdowsi Shahname menyebutkan jumlah puisi yang ditulis Attar mencapai 60 ribu bait.
Ada pula sumber yang menyebutkan jumlah buku puisi yang ditulis Attar mencapai 114 atau sama dengan jumlah surat dalam Alquran. Namun, studi yang lebih realistis memperkirakan puisi yang ditulis Attar mencapai sembilan sampai 12 volume. Secara umum, karya-karya Attar dapat dibagi ke dalam tiga kategori.
Pertama, puisi yang ditulisnya lebih bernuansa tasawuf atau sufistik yang menggambarkan keseimbangan yang sempurna. Kategori pertama ini dikemas dengan seni cerita bertutur. Kedua, puisi-puisi yang ditulisnya bertujuan untuk menyangkal kegiatan panteisme. Ketiga, puisi-puisi yang berisi sanjungan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Salah satu karya yang utama dari Attar berjudul Asrar Nameh (Kitab Rahasia). Karya lainnya yang terkenal dari Attar adalah Elahi Nameh tentang zuhud dan pertapaan. Kitab Asrar Nameh itu konon dihadiahkan kepada Maulana Jalaludin Rumi ketika keluarganya tinggal di Nishapur dalam sebuah perjalanan menuju Konya.
Syahdan, dalam pertemuan dengan Rumi yang saat itu masih kecil, Attar meramalkan bahwa Rumi akan menjadi seorang tokoh besar dan terkenal. Ramalan itu ternyata benar-benar terbukti. Attar meninggal dunia di usianya yang ke-70 tahun. Ia ditawan dan kemudian dieksekusi oleh pasukan Tentara Mongol yang melakukan invasi ke wilayah Nishapur pada 1221 M. Kisah kematian seorang Attar bercampur antara legenda dan spekulasi.
Menurut sebuah cerita, Attar dipenjara oleh tentara Mongol. Lalu seseorang datang dan mencoba menebusnya dengan ribuan batang perak. Namun, Attar menyarankan agar Mongol tak melepaskannya. Tentara Mongol mengira penolakan itu dilakukan agar tebusan yang diberikan lebih besar. Setelah itu datang lagi orang lain yang membawa sekarung jerami untuk menebus Attar. Kali ini Attar meminta agar Mongol melepaskannya. Tentara Mongol pun marah besar dan lalu memotong kepala Attar.
Attar dimakamkan di Shadyakh. Makamnya yang megah dibangun Ali-Shir Nava'i pada abad ke-16. Sosok Attar hingga kini masih tenar dan populer di Iran. Tak heran, bila makamnya banyak dikunjungi para peziarah.
Mantiq Al-Tayr Tujuh Tahapan Menuju Hakikat
Mantiq Al-Tayr (Musyawarah Burung) merupakan karya yang paling fenomenal dari Fariduddin Attar. Kitab itu berisi pengalaman spiritual yang pernah dilaluinya untuk mencari makan dan hakikat hidup. Attar menuangkan pengalamannya itu melalui sebuah cerita perjalanan sekawanan burung agar lebih mudah dimengerti.
Dengan gaya bertutur, kitab itu mengisahkan perjalanan sekawanan burung untuk mencari raja burung yang disebut sebagai Simurgh di puncak Gunung Kaf yang agung. Sebelum menempuh perjalanan berkumpulah segala burung di dunia untuk bermusyawarah. Tujuan mereka hanya satu yakni mencari raja. Dalam perjalanan itu, para burung yang dipimpin oleh Hud-hud harus melalui tujuh lembah.
Ribuan burung sedunia pun berangkat. Namun yang berhasil bertemu denga sang raja hanyalah 30 ekor saja. Tujuh lembah yang dikisahkan dalam cerita itu melambangkan tingkatan-tingkatan keruhanian yang telah dilalui Attar selama berkelana mencari hakikat hidup.
Ketujuh lembah yang harus ditempuh untuk dapat bertemu dengan Sang Khalik itu adalah lembah pencarian, lembah cinta, lembah keinsyafan, lembah kebebasan dan kelepasan, lembah keesaan murni, lembah keheranan, lembah ketiadaan, dan keterampasan.
Lembah pencarian
Inilah lembah pertama yang harus dilalui seorang pencari dalam menjalani kehidupan spiritualnya. Aneka ragam godaan duniawi akan menghampiri dan itu harus bisa ditaklukkan. Para pencari diharuskan berjuang dengan gigih untuk mendapatkan cahaya ilahi yang didambanya dengan menghilangkan hasrat-hasrat duniawinya. Hasrat duniawi ini jangan diartikan dengan meninggalkan dunia sepenuhnya

Lembah Cinta
Setelah melalui lembah pertama, sang pencari harus menemukan cinta sejati dalam dirinya untuk dapat menghalau tangan hitam akal yang menutupi ketajaman mata batin. Hanya dengan mata batinlah para pencari kebenaran ini dapat melihat realita apa adanya. Mata hati tidak dapat dibohongi. Dalam kecintaannya, seorang pencari haruslah memiliki kesudian untuk mengorbankan apa-apa darinya demi yang diharapkannya yang dicintanya. Keikhlasan dalam berkurban menunjukkan seberapa besar cintanya pada kekasihnya.

Lembah Kearifan
Dengan mata hati yang terbuka, seorang pencari dapat melihat jelas realita ciptaanNya. Dengan begitu kearifan akan menyertai kehidupannya. Jalan makrifat dapat dilalui dengan cara tata cara ibadah yang khusuk, dan latihan-latihan penempaan diri dalam. Tentu setelah melalui jalan cinta.

Lembah Kebebasan
Lembah ini merupakan tahapan yang harus dilalui para pencari yang sudah mampu menghilangkan nafsu untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah atau dengan ikhtiar biasa. Dalam tingkatan ini kesibukan seorang pencari akan fokus pada hal-hal yang utama dan hakiki. Dia melihat segala seakan biasa, tanpa ada yang menakjubkan.

Lembah Keesaan Murni
Lembah keesaan murni sebuah lambang wujud, di mana dalam jagat raya ini hanya ada satu wujud yaitu wujud Tuhan.

Lembah Ketakjuban
Di lembah ini sang pencari akan mengalami ketakjuban luar biasa karena semua menjadi serba terbalik. Siang jadi malam, malam jadi siang, semuanya serba berubah.

Lembah ketiadaan
Inilah lembah terakhir dari sebuah pencarian. Ketika sampai pada level ini, sang pencari akan menemukan dirinya secara utuh. Yang ditemukannya hanyalah dirinya dan hakikat dirinya. Setelah tahap inipun sang pencari akan menemukan simurgh yang tak lain adalah hakikat dirinya sendiri.

Kamis, 03 Maret 2011

bamboo


Arashiyama (嵐山) is a famous tourist district on the western outskirts of Kyoto, Japan. It is well known for the wooden bridge crossing Ōi River (大堰川, Ōi-gawa) with forested Mount Arashiyama in the background. At the bridge Ōi River changes name, and becomes Katsura River (桂川, Katsura-gawa).
Other key sites of interest in Arashiyama are Tenryuji Temple (Tenryū-ji), a leading Zen Buddhist temple, and the famous bamboo grove nearby.
Arashiyama bamboo grove in Kyoto on Shutterstock.com
Bamboo grove in Arashiyama in Kyoto, Japan near the famous Tenryu-ji temple. Tenryuji is a Zen Buddhist temple which means “temple of the heavenly dragon” and is a World Cultural Heritage Site.
Buy this photo royalty free on:
Shutterstock, iStockphoto, Dreamstime, Stockxpert
Iron face statue at Tenryuji Temple on Shutterstock.com
Close-up of cast iron metal face statue outside Tenryu-ji temple in Arashiyama in Kyoto, Japan.
Buy this photo royalty free on:
Shutterstock, iStockphotoStockxpert
Arashiyama shrine lantern on Shutterstock.com
Orange coloured shrine lantern with a maple tree branch hanging over it and the shrine in the background.
Bamboo grove Arashiyama Kyoto on Shutterstock.com
Bamboo grove behind a traditional grass fence.
Kyoto bamboo forest on Shutterstock.com
Bamboo grove behind a traditional grass fence.
Bamboo forest in Arashiyama Kyoto on Dreamstime.com
Dense bamboo grove canopy in Arashiyama in Kyoto, Japan near the famous Tenryu-ji temple.

Pagar Bambu

 
Dikampung saya, pagar bambu bukanlah barang yg unik dan langka. Semua orang bisa dengan mudah mendapatkan dan membuatnya. Biasanya bambu didapat dikebun, kemudian pengerjaannya dilakukan secara bergorong royong. Tapi kalau dikota, bambu menjadi barang yang unik dan menarik, apalagi jika diracik dengan sentuhan seni nan apik. Duh jadi kepincut pengen bikin pagar dari bambu, selain harga yang murah, kesan alami juga sangat kental terasa. So, hasil brosingan pagi ini dapat beberapa inspirasi, here we go:
1. 
Kalau model diatas sebenarnya gampang dibuat, cuma didaerah perkotaan agak susah mencari bambu betung (botuang, kalau bahasa kampuang saya) yang berfungsi sebagai rangka utama.
2. 
Model berikut sangat terlihat menarik. Bambu yang dipakai adalah bambu mungil. Kalau dikampung bambu jenis ini biasanya dipakai untuk alat memancing. Untuk penopangnya bisa juga menggunakan pohon kelapa yang tua.
3. 
Pagar diatas sebenarnya cocok untuk taman. Untuk pembatas tanah/pagar rumah, kelihatannya terlalu pendek.
4. 
Bambu jenis berikut lebih mudah didapat. Sering tiap lewat toko material, rata rata saya menemukan bambu tipe medium seperti ini.
5. 
Ah cantik sekali pagar ini, cuma sayangnya masih kurang tinggi.
6. 
Kalau yang ini, nina pasti suka nih…
7.
Menarik sekali, tapi kelihatannya kurang kuat karna tersusun dari bambu yang sudah di belah (bilah)
Soo…nina suka yang mana sayang…
There are many options when choosing the type of fencing to place around your garden. They serve as protection for your garden against animals, as well as adding beauty to any garden. One particular type of fencing that is unique is a bamboo garden fence. These types of fences come in an array of sizes and can come ready to place, or another option is to buy bamboo and create your own. Either option will add a creative flare to any garden. When deciding which option to go with, consider the time you want to invest in the project. Making the fence yourself will be more time consuming, however if this is the option you choose, there are a few steps to make the process easier.
For starters, round posts will be better than square posts for your bamboo fence. Secondly, use pressure-treated hardwood for the posts of the fence. By doing this you are ensuring a longer life of your bamboo fence. Using wood that is not pressure-treated can result in only 3-4 years of life for your fence. Third, use a fine bladed hacksaw to cut the canes of bamboo. Any other type can cause splitting. When cutting the bamboo, cut above the joint at an angle so that the membrane will provide protection against water collection.


Bamboo Garden Fence


When you are putting nails into the bamboo to connect to the posts, it is suggested that you use a drill. Drill a hole that is a bit bigger than the nail, this way you are lessening the chance of cracking or crushing the bamboo. Bamboo fencing will last a number of years when properly built and cared for. It is much the same as a typical wooden fence. It is suggested that you use a petroleum based preservative or an oil, such as one made from hemp to add further protection to the fence.
Throughout the years you may notice that the bamboo fence will change color as well as crack. This is due to weather and cannot fully be prevented. By using an oil or preservative on the fence you are providing some protection, however just as wood still fades and cracks, bamboo will also. There are certain ways to aid in the life of the fence. For example, if you can place the bamboo a little above the ground, not directly on it, it will not rot as soon as it would if placed directly on the ground.
After building and placing your bamboo fence you can sit back and enjoy the fruits of your labor. Since the fence is made of bamboo, once you have finished, you are completely finished. It requires no more upkeep. You can also congratulate yourself on using a product that is not only eco-friendly but a beautiful addition to your landscape.