Minggu, 31 Oktober 2010

menemuka sebutir berlian di jalan berlumpur


 
Gudo adalah pengajar istana pada masanya. Walaupun  demikian,
ia  seringkali  berkelana sendirian sebagai seorang pengemis
yang tidak berumah.
 
Suatu ketika dalam perjalanannya ke Edo,
pusat budaya dan politik kerajaan, ia singgah di sebuah desa
kecil bernama Takenaka. Saat itu telah malam dan hujan turun
dengan  derasnya. 
 
Tubuh  Gudo  basah  kuyup. Sandalnya yang
terbuat dari jerami menjadi  rusak  dan  hancur.  Di  sebuah
rumah  gubuk  ke  desa  itu,  ia melihat ada empat atau lima
pasang sandal di jendela, dan ia  memutuskan  untuk  membeli
beberapa pasang sandal yang kering itu.
 
Wanita  yang  menjual  sandal tersebut, melihat betapa basah
kuyupnya dia, mengundangnya untuk bermalam di rumahnya. Gudo
menerima  tawaran wanita itu, dan berterima kasih kepadanya.

Ia pun masuk ke dalam  rumah  tersebut  dan  membaca  sebuah
sutra  di  depan  altar.  Ia  kemudian dikenalkan kepada ibu
wanita tersebut,  dan  kepada  anak-anaknya.  Melihat  bahwa
anggota keluarga tersebut mengalami depresi, Gudo menanyakan
apa yang terjadi.
 
"Suami saya adalah seorang penjudi dan pemabuk,"  ibu  rumah
tangga  itu menjelaskan. "Jika menang, ia akan mabuk-mabukan
dan bertindak semena-mena. Bila kalah, ia akan meminjam uang
dari  orang  lain. Kadang-kadang jika ia sedang mabuk berat,
ia bahkan  tidak  pulang  ke  rumah.  Apa  yang  harus  saya
lakukan?"
 
"Saya  akan  menolongnya," kata Gudo. "Ini ada sedikit uang.
Tolong belikan saya sebotol arak  dan  makanan  yang  lezat.
Lalu,  anda  boleh  beristirahat.  Saya  akan bermeditasi di
depan altar."
 
Ketika kepala rumah tangga itu pulang di tengah malam, dalam
keadaan  mabuk,  ia  berteriak,  "Hai,  isteriku, saya sudah
pulang. Apakah kamu mempunyai makanan untukku?"
 
"Saya mempunyai sesuatu untukmu," kata  Gudo.  "Saya  hampir
terperangkap  hujan  dan  isteri anda menawarkan kepada saya
menginap malam ini. Sebagai balasan rasa terima kasih,  saya
membelikan  sedikit arak dan lauk-pauk, jadi anda boleh saja
memakannya."
 
Pria itu kelihatan gembira. Ia dengan seketika meneguk  arak
itu   dan   membaringkan  tubuhnya  di  lantai.  Gudo  duduk
bermeditasi di sampingnya.
 
Pada keesokan pagi, ketika pria itu terbangun dari tidurnya,
ia  lupa  akan  kejadian  tadi  malam.  "Siapakah anda? Dari
manakah  anda  berasal?"  ia  menanyai  Gudo,  yang   sedang
bermeditasi.
 
"Saya  adalah  Gudo dari Kyoto, dan saya akan pergi ke Edo,"
jawab guru Zen itu.
 
Pria  itu  merasa  sangat  malu.  Ia   meminta   maaf   yang
sebesar-besarnya kepada pengajar istana.
 
Gudo  tersenyum.  "Segala  sesuatu  dalam hidup ini tidaklah
kekal," ia menjelaskan. "Hidup sangatlah singkat. Jika  anda
terus-menerus  berjudi  dan  mabuk-mabukan,  anda tidak akan
mempunyai waktu yang tersisa untuk melakukan  kegiatan  yang
lain,  dan  dengan demikian anda akan menyiksa keluarga anda
juga."
 
Pandangan si kepala rumah  tangga  itu  terbuka  seakan-akan
terjaga  dari  mimpi.  "Anda  benar," ia mengaku. "Bagaimana
saya  harus  membayar  untuk  ajaran  anda  yang  sedemikian
berharga  ini!  Marilah  saya  antarkan  anda  dan  membantu
membawakan barang-barang  anda  hingga  sebagian  perjalanan
anda."
 
"Jika anda menginginkannya," Gudo mengijinkan.
 
Kedua orang itu mulai berjalan. Setelah berjalan sejauh tiga
mil Gudo menyuruhnya untuk kembali pulang. "Biarlah lima mil
lagi,"  ia  memohon  kepada  Gudo.  Mereka  pun  melanjutkan
perjalanan.
 
"Anda boleh kembali sekarang," Gudo menyarankan.
 
"Nanti, setelah sepuluh mil lagi," jawab pria itu.
 
"Kembalilah sekarang," kata Gudo,  pada  saat  mereka  telah
melewati jarak sejauh sepuluh mil.
 
"Saya  akan  mengikuti  anda  selama sisa waktu hidup saya,"
ungkap pria tersebut.
 
Para  guru  modern  Zen  di  Jepang  bersumber  dari   garis
keturunan seorang guru terkenal yang merupakan penerus Gudo.
Namanya ialah Mu-nan, pria  yang  tidak  pernah  kembali  ke
rumahnya lagi.
 
---------------------Daging ZEN Tulang ZEN
Bunga Rampai Karya Tulis Pra-Zen dan Zen
Dikumpulkan oleh: Paul Reps
Edisi Keenam Oktober 1996
Yayasan Penerbit Karaniya
Anggota IKAPI, Kotakpos 1409 Bandung 40001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar