Senin, 15 November 2010

Doa Sapu Jagat...


Rasanya tidak ada orang yang lebih bodoh ketimbang lelaki separuh baya yang dipanggil si Dungu ini. Sebab dia dikenal bebal, namun tidak menyadari kebebalannya. Dia tidak mau menambah ilmu dengan mengaji untuk mengurangi kebodohannya.

Saking sok taatnya kepada imam dalam salat jamaah, dia ikut menggaruk-garuk kepalanya tatkala kepala imam gatal dan sang imam menggaruk-garuknya. Malah tiap kali imam berdeham karena suaranya serak, si Dungu juga ikut-ikutan berdeham.

Suatu ketika pada salat Jumat di masjid kampungnya, seorang khatib berjanggut lebat dan sudah berwarna putih seluruhnya, menaiki mimbar. Khutbahnya amat menarik dan membuat para jamaah sangat terharu. Bahkan si Dungu sempat menangis terguguk-guguk.

Khatib berjenggot itu melihat betul keadaan di Dungu yang tidak henti-hentinya mengucurkan air mata. Khatib itu amat bangga, sekaligus iba. Maka sesudah selesai salat Jumat, Khatib berjanggut putih itu sengaja mendatangi si Dungu, lantas bertanya, "Apakah khutbah saya cukup menarik?" tanya sang Khatib. "Oh, menarik sekali," jawab si Dungu, sungguh meyakinkan betul sikap sok takwanya.

"Pendapat Bapak, bagian manakah yang paling bagus hingga Bapak menangis tersedu-sedu?”  Si Dungu menjawab, "Janggut putih Tuan yang mengharukan saya," jawabnya enteng.
Mendengar jawaban itu, Khatib keheranan, lantas bertanya lagi, "Apa maksud Bapak?"

"Melihat janggut putih Tuan, saya teringat seekor kambing saya yang dicuri beberapa waktu lalu. Janggut Tuan persis betul dengan janggut kambing saya yang hilang itu."

Tentu saja, Tuan Khatib amat mendongkol. Namun, dia tidak dapat berbuat apa-apa karena si Dungu langsung menangis lagi dengan sedihnya.

Menariknya, walaupun dungu, hidupnya berkecukupam dan royal. Istrinya  dua, satunya masih muda belia. Namanya Hasanah. Sedang istri pertamanya gembrot dan pesek, namanya Jamilah, yang artinya cantik jelita.
Tahun lalu, si Dungu berangkat haji bersama kedua istrinya. Dia bertanya kepada seorang ustad, "Apa yang harus saya baca, ketika melakukan haji? Saya tidak bisa menghafal yang susah-susah. Ustad itu menjawab, "Jangan bingung. Baca saja doa sapu jagat," ujarnya singkat.

Itulah yang kemudian dikerjakan oleh si Dungu pada waktu menjalankan thawaf dan sa’i. Bahkan saking "khusuk”-nya, sampai-sampai sepanjang thawaf di Pasar Seng untuk berbelanja pun dia selalu membaca doa sapu jagat yang bunyinya, "Rabbana atina fid dunya hasanah, wafil akhirati hasanah, waqina ‘azabannar."

Akan tetapi, lama-kelamaan istri tuanya yang bernama Jamilah tidak kuat lagi menahan kemarahannya. Sambil mencubit keras-keras pinggang suaminya, dia menghardik, "Kamu memang tak tahu di untung. Aku ini binimu, yang sungsang sumbal membantumu mencari rezeki sampai memperoleh kekayaan yang cukup banyak. 

Tapi, dari tadi yang kamu sebut-sebut dalam doamu hanya Hasanah melulu, istri mudamu yang cantik itu. Awas, kalau aku tidak kamu panggil-panggil juga, pulang ke rumah nanti, semua harta kekayaannku akan kuambil, dan ceraikan aku saat itu juga," ancam Jamilah.

Si Dungu merah padam. Dia merasa bersalah. Jamilah, istri tuanya memang  sebenarnya yang kaya-raya. Dia hanya menumpang belaka. Maka dengan serta-merta minta maaf. "Baiklah, mulai detik ini doaku akan kuubah."

Akibatnya, seluruh jamaah haji terbelalak keheranan mendengar doa si Dungu yang dibaca berulang-ulang itu. Karena doa itu berbunyi, "Rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati jamilah, waqina azabannar."

Barangkali kisah ini hanya desas-desus semata-mata, mengingat si Dungu terkenal keras kepala, tidak mau bergabung dalam kegiatan kemasyarakatan. Apalagi menghadiri ceramah agama atau pun pengajian. (dikutip dari 30 Kisah Teladan, karangan KH Abdurrahman Arroisi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar