Jumat, 12 November 2010

Abu Hurairah

Perawi hadist yang tidak bisa menulis.

Dengan daya ingatnya yang tajam, dia berhasil mendapatkan, mengoleksi, dan menyebarluaskan hadis, riwayat, dan perilaku Nabi Muhammad SAW kepada para sahabat. Kedekatannya dengan Rasulullah membuat ia dianggap bayangan Nabi sendiri.

Hentikan pembicaraanmu tentang riwayat Rasulullah, kalau tidak kamu aku pulangkan ke kampungmu.” Kata Khalifah Umar bin Khattab suatu kali kepada Abu Hurairah. 

Ucapan itu mengandung kegusaran sang khalifah karena ia merasa terganggu dengan kegiatan Abu Hurairah yang sering mengungkapkan hadis dan riwayat Nabi kepada kaum muslimin pada tiap kesempatan. 

Masalahnya ketika itu Umar sedang mensosialisasikan Al-Quran yang sudah dihimpun dalam suatu kitab (mushaf) kepada kaum muslimin. Beliau tidak ingin kaum muslimin terganggu pikirannya dengan adanya bacaan lain selain Al-Quran.

Hal ini bisa dimaklumi karena ketika Umar memegang jabatan khalifah, perkembangan Islam baru dalam tahap awal, namun ancaman dari kaum Quraisy tetap tinggi. Mereka tidak segan-segan melakukan pembunuhan kepada orang-orang Islam yang dijumpai di mana saja. 

Tugas khalifah bukan hanya melindungi kaumnya tetapi juga mengisi jiwa mereka dengan kalam Ilahi, dalam hal ini Al-Quran. Apalagi tingkat kecerdasan mereka masih rendah. Untuk tidak mengaburkan pendalaman mereka terhadap wahyu-wahyu Ilahi, Umar menghendaki agar sosialisai Al-Quran itu tidak dicampuri dengan bacaan-bacaan lain.

Abu Hurairah sendiri merasa bahwa keberatan khalifah itu ada benarnya. Namun ia juga merasa memiliki kewajiban untuk menyampaikan hal-hal yang diketahuinya yang berasal dari Nabi SAW. Ia tidak ingin menyembunyikan hadis-hadis yang diyakininya benar karena ia mendapatkannya langsung dari Nabi. Ia merasa berdosa bila hadis-hadis itu tidak diungkapkan kepada kaum muslimin.

Apalagi, kala itu, ada usaha dari Ka’ab Al-Akhbar yang selalu melebih-lebihkan hadis Rasulullah sehingga membingungkan kaum muslimin yang mendengarnya. Ka’ab adalah orang Yahudi yang masuk Islam, namun karena ulahnya itu mendorong orang lain untuk memalsukan hadis demi kepentingan pribadi yang jelas tidak sejalan dengan ajaran agama Islam. 

Mereka ini tidak segan-segan memanfaatkan nama Abu Hurairah, seolah-olah hadis yang mereka palsukan itu berasal dari Abu Hurairah.

Timbulnya hadis palsu ini sebenarnya juga tidak luput dari perhatian Kalifah Umar. Beliau bahkan telah mengemukakan gagasan bahkan telah mengemukakan gagasan untuk menuliskan hadis-hadis Nabi dalam suatu kitab. 

Namun karena pertimbangan tidak ingin membuat kerancuan tentang Al-Quran pada jemaahnya, ide itu tidak direalisasikan. Akibatnya pemalsuan hadis menjadi-jadi. Satu abad kemudian dua orang perawi hadis yaitu Imam Bukhari menemukan 600.000 hadis dan Abu Dawud menemukan 500.000 hadis. Setelah diseleksi hanya ada 40.000, dan 4.800 hadis yang sahih.

Abu Hurairah adalah nama panggilan yang diberikan teman-teman dekatnya karena kecintaannya kepada kucing. Begitu sayangnya kepada binatang yang satu ini sampai-sampai ia menyuapi, memandikan, dan menyediakan kandang.

Abu Hurairah artinya Bapak Kucing Kecil. Nama aslinya adalah ‘Abdus Syams (Hamba Matahari). Namun, setelah masuk Islam Nabi SAW memberi nama Abdurrahman (Hamba Allah, yang Maha Pemurah).

Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga miskin sebagai anak yatim. Sejak bertemu dengan Nabi pada tahun ketujuh kenabian, ia langsung masuk Islam dan boleh dibilang tidak pernah berpisah dengan beliau. 

Namun ibunya menolak masuk Islam. Bukan itu saja, ibunya juga selalu menyudutkan Nabi sehingga menyakitkan hati Abu Hurairah. Abu Hurairah mohon bantuan doa dari Nabi agar ibunya masuk Islam dan terkabul.

Mengenai kedekatannya dengan Nabi. Abu Hurairah menyatakan bahwa sebagai orang miskin ia tidak disibukkan dengan urusan tanah pertanian seperti halnya orang-orang Anshar atau urusan dagang di pasar seperti halnya orang-orang Muhajirin. “Jadi ketika mereka tidak bisa hadir (di samping Nabi) aku bisa, sehingga aku banyak menerima masukan dari beliau,” katanya.

Selain dekat dengan Nabi, Abu Hurairah memiliki daya ingat yang kuat yang diberkati Nabi sehingga tambah kuat. Itu sebabnya ia mampu menghafal di luar kepala semua hadis Nabi dan juga melaksanakannya sebagai pegangan hidup. 

Maka ia pun meriwayatkan hadis-hadis itu kepada kaum muslimin sebagai rasa tanggung jawab kepada Nabi dan agamanya secara terus-menerus sehingga Umar merasa “risi” ketika ia harus mensosialisasikan Al-Quran.” “Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran dan kurangilah meriwayatkan tentang Rasul kecuali amal perbuatannya,” kata Umar. Padahal menurut Abu Hurairah hadis juga mengandung kebenaran yang harus diungkapkan kepada umat.

Oleh Khalifah Umar ia diangkat sebagai gubernur di Bahrain. Menjelang akhir masa jabatan Umar memanggil pulang Abu Hurairah ke Medinah. Beliau menanyakan asal-muasal uang sepuluh ribu dinar yang ada dalam simpanan sang gubernur. “Uang itu berasal dari hasil penjualan anak-anak kuda milikku,” jawab Abu Hurairah.

“Serahkan uang tiu ke baitul maal”, perintah Umar. Umar memang terkenal sebagai khalifah yang sangat hati-hati memilih pembantu-pembantunya. Ia selalu mengingatkan para pembantunya agar tidak memperkaya diri dan hanya memiliki pakaian sebanyak dua setel, baik ketika diangkat maupun ketika mengakhiri jabatannya.

Abu Hurairah mematuhi perintah itu namun ia menolak ketika akan diangkat lagi sebagai gubernur d Bahrain. “Saya takut menghukum tanpa ilmu dan bicara tanpa kesabaran,” kilahnya.

Abu Hurairah menyadari bahwa aktivitasnya sebagai perawi hanya bisa disejajarkan dengan Abdulah bin Amr bin Al-‘Ash. Masalahnya, “Abdullah bisa menulis sedangkan aku tidak bisa,” katanya. Namun sekitan tahun kemudian peranan Abu Hurairah itu disakui oleh Imam Syafii dan Imam Bukhari. 

Kedua perawi ini sependapat bahwa Abu Hurairah adalah rujukan para sahabat dalam soal hadis Nabi. “Tidak ada orang yang mampu meriwayatkan hadis Nabi sebaik Abu Hurairah,” kata Imam Bukhari.

Pada tahun 59 H ia wafat pada usia 78 tahun, dikubur di pemakaman Baqi, yang tak begitu jauh dari makam Rasulullah di ujung kiri Masjid Nabawi di Madinah al-Munawwarah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar