Jumat, 12 November 2010

Abdullah bin Salam

Dia seorang pendeta yang hatinya bergetar ketika bertemu Rasulullah, dan akhirnya menjadi sahabat yang setia.
Hushain bin Salam adalah kepala pendeta Yahudi di Madinah. Meskipun penduduk Madinah berlainan agama dengannya, mereka menghormati Hushain, karena dia dikenal sebagai orang yang taqwa, baik hati, istiqamah, dan jujur.

Kehidupan Hushain tenang dan damai. Waktu baginya sangat berharga dan bermanfaat. Dia membagi waktunya dalam tiga bagian: sepertiga pertama digunakan di gereja untuk mengajar dan beribadat, sepertiga kedua digunakan di kebun untuk merawat, dan membersihkan kebun, dan sepertiga terakhir untuk membaca kitab Taurat dan memperdalam ilmu yang diajarkan agama.

Setiap kali bertemu dengan ayat yang memberi kabar gembira (bisyarah) tentang kebangkitan seorang nabi di Makkah, untuk menyempurnakan risalah para nabi yang terdahulu dan sebagai penutup kebangkitan para nabi, selalu dibacanya berulang-ulang, dipelajarinya lebih mendalam sifat-sifat atau ciri-ciri nabi yang ditunggu-tunggu itu.

Dia sangat gembira setelah tahu bahwa nabi yang akan muncul itu akan hijrah ke negerinya, Madinah. Maka setiap dibacanya ayat-ayat yang memberitakan kabar itu, terlintas di hatinya akan kedatangan nabi tersebut, lalu dia berdoa kepada Allah semoga umurnya dipanjangkan untuk menyaksikan kebangkitan nabi yang ditunggu-tunggu, semoga dapat kesempatan bertemu dengannya, dan menjadi orang pertama yang menyatakan iman kepadanya.

Allah mengabulkan doa Hushain dengan memanjangkan umurnya sampai kebangkitan Nabiyyul Huda war Rahmah. Allah menetapkan keberuntungan baginya bertemu dan bersahabat dengan nabi yang dinanti-nantikannya, serta iman dengan agama yang dibawanya.

Maka ketika mendengar berita tentang kemunculan Rasulullah SAW, Hushain segera meneliti nama, silsilah, sifat-sifat, zaman, dan tempat kebangkitannya, dicocokkan dengan yang tertulis dalam kitab Taurat, sehingga ia yakin tentang kenabiannya. 

Dengan hati-hati dan cermat ia memastikan tentang kebenaran dakwahnya. Meski telah memperoleh kepastian, ia menyimpan untuk dirinya sendiri dan akan membukanya pada waktu yang tepat.

Pada suatu ketika, saat ia tengah bekerja membersihkan pohon kurma, seorang munadi (juru seru) memberitahukan kepada khalayak ramai bahwa Rasulullah sudah berada di Madinah. “Allahu Akbar, Allahu Akbar,” Hushain berseru demi mendengar hal itu.

Bibinya, Khalidah binti Harits, yang duduk di bawah pohon kurma, menukas, “Allah mengecewakan kamu, demi Allah! Seandainya kamu mendengar kedatangan Musa bin Imran, kamu toh tidak dapat berbuat apa-apa lebih dari itu!”

“Hai, Bibi, demi Allah, dia itu adalah saudara Musa, dan agamanya sama,” jawab Hushain. “Dia dibangkitkan dengan agama Musa juga.”
“Diakah nabi yang selalu kamu ceritakan itu, membenarkan dan menyempurnakan risalah-risalah Tuhannya?” tanya si bibi.

“Ya, betul, Bibi,” jawab Hushain.
“O, jadi diakah orangnya?”

Kemudian Hushain berusaha menemui Rasulullah, berdesak-desakan dengan orang ramai, sebelum akhirnya dapat berhadapan dengan Rasulullah. Saat itu Hushain mendengar Rasulullah mengucapkan kata-kata yang menyentuh hatinya. “Hai Manusia, sebar luaskanlah salam. 

Berilah makan orang yang kelaparan. Shalatlah tengah malam, ketika orang banyak sedang tidur nyenyak. Pasti kamu masuk surga dan bahagia.”

Selanjutnya Hushain bercerita, “Aku pandangi beliau dengan ilmu firasat, dan mataku lekat padanya. Aku yakin, wajahnya tidak menunjukkan wajah orang pembohong. Lalu kuhampiri beliau sambil mengucapkan dua kalimah syahadat: Aku mengaku tidak ada Tuhan selain Allah, dna sesungguhnya Muhammad rasul Allah.
Beliau menoleh kepadaku, seraya bertanya, ‘Siapa Tuan?’

‘Hushain (kuda kecil) bin Salam’, jawabku.
‘Mestinya Abdullah (hamba Allah) bin Salam,’ kata beliau mengganti namaku dengan nama yang lebih baik.
Aku setuju…!Abdullah bin Salam…!’Demi Allah, yang mengutusmu dengan agama yang benar, mulai hari ini aku tidak suka lagi memakai nama yang lain selain Abdullah bin Salam,’ kataku.

Sesudah itu aku pulang ke rumah. Lalu aku ajak istri, anak-anak, dan keluargaku masuk Islam. Bibi Khalidah, yang sudah cukup tua, pun turut masuk Islam. Namun, kepada mereka aku minta agar hal itu dirahasiakan untuk sementara waktu.

‘Ya Rasulullah, kaum Yahudi suka berbohong dan sesat. Aku harap, Tuan memanggil pemimpin mereka dan ajaklah mereka masuk Islam. Namun, tolong sembunyikan aku dan jangan katakan bahwa aku telah masuk Islam.’

Di hadapan pemimpin kaum Yahudi itu, Rasulullah mengingatkan mereka tentang ayat-ayat kitab Taurat dan mengajak mereka masuk Islam. Tapi mereka membantah dan mengajak berdebat tentang kebenaran. Semua itu aku dengar dengan jelas.

Ketika Rasulullah merasa tidak ada harapan mereka akan beriman, beliau bertanya, ‘Bagaimana kedudukan Hushain bin Salam di hadapan kalian?’

‘Dia pemimpin kami, kepala pendeta kami, dan orang alim kami,’ jawab mereka.
‘Bagaimana pendapat kalian jika dia masuk Islam, maukah kalian masuk Islam bersama dia?’ tanya Rasulullah.
‘Tidak mungkin! Tidak mungkin dia masuk Islam,’ jawab mereka.

Aku keluar dari kamar Rasulullah dan menemui mereka. ‘Hai, orang-orang Yahudi,’ kataku, “bertaqwalah kalian kepada Allah, terimalah agama yang dibawa Muhammad. Demi Allah, sesungguhnya kalian sudah tahu bahwa Muhammad itu benar Rasulullah. 

Bukankah kalian telah membaca dalam Tuarat nama dan sifat-sifatnya? Aku mengakui bahwa sesungguhnya dia Rasulullah, dan aku beriman kepadanya, aku membenarkan segala ucapannya, dan aku meyakininya.’

‘Kau bohong!” kata mereka. ‘Sesungguhnya kau jahat dan sangat bodoh!’ kemudian sumpah serapah pun mengalir dari mulut-mulut mereka, diarahkan kepadaku.

Kepada Rasulullah, aku berkata, ‘Begitulah mereka. Sesungguhnya orang Yahudi suka berbohong dan pandai berkata yang batil. Mereka pandai menipu dan berbuat kejahatan’.”

Abdullah bin Salam menerima Islam seperti orang kehausan yang menemukan air di telaga yang bening. Dia sangat senang membaca Al-Quran sehingga lidahnya selalu basah dengan ayat-ayat Allah yang mulia itu. 

Dia mengasihi Nabi SAW dan selalu dekat dengan beliau. Dia selalu menjaga diri untuk beramal dan mengharapkan surga sampai suatu saat Rasulullah memberinya kabar gembira dengan surga dan diketahui para sahabat.

Seorang sahabat berkisah, “Pada suatu hari aku sedang belajar di sebuah halaqah (kelompok belajar) masjid Rasulullah di Madinah. Dalam halaqah itu terdapat seorang tua yang ramah dan menyenangkan hati. 

Penampilannya sangat manis dan mengesankan semua orang. Ketika orang tua itu pergi, jamaah berkata, ‘Siapa yang ingin menengok laki-laki penduduk surga, tengoklah orang itu.’
Aku bertanya, ‘Siapa dia?’

‘Abdullah bin Salam,’ jawab mereka.
‘Demi Allah, akan aku ikuti orang itu,’ kataku dalam hati.

Lalu kuikuti dia sampai ke rumahnya di luar kota Madinah. Setiba di sana aku minta izin masuk dan dipersilakan.
‘Anak muda, apa keperluanmu datang kemari?’ dia bertanya.

‘Aku mendengar orang-orang bicara tentang diri Bapak ketika Bapak keluar dari masjid tadi,’ kataku. ‘Kata mereka: Siapa yang ingin menengok lelaki penghuni surga, tengoklah orang itu.
Mendengar ucapan mereka itu, aku ikuti Bapak hingga sampai kemari, karena ingin tahu mengapa orang banyak mengatakan bahwa Bapak penduduk surga.’

Jawabnya, ‘Allah yang paling mengetahui tentang penduduk surga.’
Kataku, ‘Ya tentu, tapi pasti ada sebabnya mengapa mereka berkata demikian.’
‘Akan kujelaskan kepadamu sebab-sebabnya,’ jawab orang tua itu.

‘Silakan, Pak, semoga Allah membalas kebaikan Bapak dengan yang lebih baik,’ kataku.
‘Pada suatu malam ketika Rasulullah masih hidup, aku bermimpi. Seorang laki-laki datang kepadaku seraya berkata: Bangun, bangun!

Aku bangun, lalu ditariknya tanganku. Tiba-tiba aku melihat sebuah jalan di sebelah kiriku. ‘Ke mana nih?’ aku bertanya.

‘Jangan turuti jalan itu,’ jawabnya. ‘Itu bukan jalanmu.’
Tiba-tiba aku melihat jalan terang benderang di sebelah kananku.
‘Lewatilah jalan itu,’ katanya kepadaku.

Aku telusuri jalan itu hingga sampai ke sebuah taman luas yang asri oleh pepohonan yang hijau dan indah. Di tengah taman terdapat sebuah tiang besi, pangkalnya tertancap di tanah dan ujungnya sampai ke langit. Di puncaknya terdapat sebuah halaqah berlapis emas. Kata orang itu, ‘Panjatilah tiang itu.’
‘Aku tidak bisa,’ jawabku.

Maka datang seorang khadam yang membantuku naik hingga ke puncak tiang besi itu dan aku dibawa ke halaqah tadi. Di sana aku tinggal sampai pagi dengan perasaan yang sangat bahagia.
Setelah pagi hari, aku segera menemui Rasulullah dan menceritakan mimpiku itu.

Beliau bersabda, ‘Jalan yang engkau lihat di sebelah kiri adalah jalan penduduk neraka (ash habusysyimal), dan jalan yang engkau lalui adalah jalan penduduk surga (ashhabul yamin). Taman yang menjadikan engkau rindu dengan kehijauannya, itulah Islam. 

Adapun tiang yang terpancang di tengah-tengah taman itu adalah tiang agama. Sedangkan halaqah itulah pegangan yang kokoh, kuat, yang dengannya engkau senatiasa harus berpegangan sampai mati.”

Seutama-utamanya manusia, bagi Allah SWT, ialah yang mendahului Salam (HR At-Tirmidzi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar